Home » Terancam Babak Belur Digempur Megakonstelasi Starlink

Terancam Babak Belur Digempur Megakonstelasi Starlink

Percaturan bisnis telekomunikasi global bersiap menghadapi disrupsi baru, Direct to Cell Starlink yang memungkinkan layanan internet satelit langsung diakses perangkat selular berteknologi LTE, tanpa alat tambahan lain.

Setelah sukses dalam uji coba pada awal tahun ini, Starlink meluncurkan 13 satelit direct to cell ke ruang angkasa pada awal Juni lalu

Layanan ‘Direct To Sell’ Starlink

Layanan ini telah meningkatkan kegelisahan di kalangan industri telekomunikasi di dalam negeri. Layanan ini diduga bakal mengarah pada keterdesakan untuk berkolaborasi atau pertarungan terbuka alias head-to-head antara raksasa penyedia layanan internet satelit dengan penyedia layanan internet nirkabel yang berbasis Stasiun Pancar-Terima Dasar atau Base Transceiver Station (BTS).

Di Amerika Serikat, Starlink berkolaborasi dengan T-Mobile untuk layanan direct to cell. Starlink akan menggunakan jaringan LTE milik T-Mobile sehingga direct to cell bisa terjadi tanpa alat tambahan berupa parabola sebagaimana layanan Starlink sekarang.

T-Mobile adalah pemimpin layanan internet mobile di Amerika Serikat. Mengutip data yang dikumpulkan Statista, di kuartal I 2024, perusahaan memegang 31,4 persen pangsa pasar layanan internet nirkabel, bersaing ketat dengan Verizon 37,6 persen dan AT&T 29,8 persen. 

Bukan cuma Starlink yang berpotensi jadi disruptor besar industri telekomunikasi. Pasalnya, raksasa teknologi global seperti Amazon juga tancap gas menyaingi Starlink.

Amazon bekerja sama dengan Vrio, anak usaha AT&T sebelum diakuisisi grup konglomerasi Werthhein, berencana meluncurkan satelit internet di Amerika Selatan. Targetnya, layanan internet dari proyek kerja sama yang diberi nama Kuliper Project tersebut bisa tercapai pertengahan 2025 dimulai di Argentina.

Sama dengan Starlink, Project Kuliper akan meluncurkan ribuan satelit Orbit Bumi Bawah atau Low Earth Orbit (LEO), untuk membuat megakonstelasi di angkasa. Sejauh ini, Project Kuliper merencanakan peluncuran 3.236 satelit, sedangkan Starlink 42 ribu satelit dengan lebih dari 6.000 satelit telah mengorbit dan melayani nyaris 100 negara, termasuk Indonesia.

Kebutuhan satelit bisa saja lebih sedikit di masa depan, dengan teknologi yang memungkinkan koneksi andal meski satelit berada pada orbit yang lebih tinggi sehingga cakupan lebih luas. 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *